Pemberdayaan Maritim Berkelanjutan: Tim PKM UPI Dorong Ekowisata di Pulau Sangiang dan Sebesi



Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) telah berhasil menyelesaikan program utama mereka di Pulau Sangiang dan Pulau Sebesi, Kabupaten Serang, Banten. Program yang berlangsung dari Juli hingga November 2025 ini, dipimpin oleh Laode Alam Minsaris, M.Si., dengan fokus pada optimalisasi potensi maritim kedua pulau untuk mendukung pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan. Tujuan utama kegiatan ini adalah mendorong pemberdayaan masyarakat melalui identifikasi dan pengelolaan potensi maritim Pulau Sangiang dan Pulau Sebesi.

Program ini memiliki signifikansi strategis karena didanai oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melalui skema Penelitian Pembinaan dan Afirmasi Dosen Muda. Tim pelaksana dipimpin oleh Laode Alam Minsaris, M.Si., selaku Ketua dan Koordinator Kegiatan, didampingi oleh anggota Indi Arifah Nurhikmah, Intan Tirayni, dan Nida Sarah Fajriyah. Pembagian tugas tim melibatkan penyusunan proposal, analisis data ekowisata, serta pengembangan dan pemeliharaan platform website sebagai sistem informasi ekowisata Pulau Sangiang.

Tahapan pelaksanaan program meliputi persiapan yang diawali dengan penyusunan proposal dan koordinasi internal serta eksternal. Selanjutnya, tahap inti adalah pelaksanaan survei darat dan laut pada tanggal 06 hingga 07 September 2025. Tim darat mengambil data di lokasi seperti Desa Sangiang, Goa Kelelawar, Puncak Begal, Puncak Harapan, dan Pantai Sepanjang. Sementara itu, tim laut menelusuri potensi wisata bahari di Legon Waru Lobang, Ikan GT Main, Sepanjang/Taman dalam air, Titik Hiu Cucut/Kecil, dan Kabua.

Hasil kegiatan menunjukkan bahwa Pulau Sangiang memiliki potensi besar untuk pengembangan wisata berkelanjutan, didukung oleh keindahan alam, wisata bahari, dan nilai budaya lokal. Potensi maritim utama meliputi keanekaragaman hayati laut dan ekosistem terumbu karang yang mendukung aktivitas snorkeling dan diving. Pulau ini juga merupakan habitat penting bagi satwa laut dilindungi seperti penyu sisik (Eretmochelys imbricata), memperkuat nilai ekowisata berbasis konservasi. Selain itu, atraksi darat mencakup Pantai Sepanjang sebagai lokasi favorit matahari terbenam, Goa Kelelawar, Bukit Begal, dan Puncak Harapan.

Meskipun potensi besar, pengembangan pariwisata belum optimal akibat sejumlah kendala. Berdasarkan hasil wawancara, kendala utama yang dihadapi meliputi keterbatasan infrastruktur seperti transportasi laut yang bergantung cuaca, minimnya fasilitas homestay, dan keterbatasan listrik yang mayoritas mengandalkan hibah panel surya. Kendala lain adalah minimnya fasilitas kesehatan, di mana puskesmas terdekat berjarak tempuh dua hingga tiga jam dari pulau, serta rendahnya tingkat literasi digital dan keterampilan masyarakat dalam mengelola wisata.

Untuk mengatasi kendala, tim PKM berupaya melakukan adaptasi dan merencanakan tindak lanjut strategis. Solusi yang diusulkan antara lain adalah penyesuaian jadwal kegiatan dengan kondisi alam, kerja sama dengan nelayan lokal untuk transportasi alternatif, serta pemberian pelatihan sederhana mengenai penggunaan media sosial untuk promosi dan manajemen keuangan usaha kecil. Tim juga mendorong masyarakat untuk membuat fasilitas sederhana seperti papan petunjuk dan tempat sampah, serta menjembatani kebutuhan infrastruktur dengan pemerintah daerah dan swasta.

Fokus pemberdayaan PKM adalah penguatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan pengelolaan homestay, layanan wisata, upaya konservasi lingkungan , dan pembekalan keterampilan komunikasi bagi calon pemandu wisata lokal. Salah satu luaran utama yang ditargetkan adalah pengembangan website yang diadaptasi dari "SebesiSafetech". Website ini dirancang sebagai media informasi terpadu yang memuat potensi wisata bahari Pulau Sangiang dan mendukung promosi destinasi secara lebih luas, termasuk kelancaran program open trip.

Diharapkan program ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan potensi maritim yang berkelanjutan. Dengan berkembangnya sektor pariwisata berbasis maritim, masyarakat, yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, akan memperoleh sumber pendapatan baru dari jasa transportasi, pemandu wisata (dengan tarif sekitar Rp100.000 per kelompok/orang), serta usaha kuliner dan homestay. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat dalam mengelola potensi maritim secara kreatif dan produktif.

Laode Alam Minsaris menekankan bahwa keberhasilan program ini akan menjadi model pengembangan wisata berbasis masyarakat yang ramah lingkungan. Upaya pemberdayaan ini diharapkan berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan sumber daya maritim, menjamin keberlangsungan sumber daya sekaligus menjaga daya tarik wisata Pulau Sangiang. Untuk keberlanjutan, tim menyusun modul pelatihan sederhana dan menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah dan organisasi lokal agar program serupa dapat dilanjutkan secara berkesinambungan.

 

Komentar